geocesolution.com

GEOLOGI REGIONAL LEMBAR BANGKA UTARA

Kerangka geologi regional Kepulauan Bangka Belitung dan pulau-pulau di sekitarnya termasuk dalam Punggungan Bangka-Belitung (Bangka-Biliton Ridge). Daerah ini merupakan tinggian batuan dasar yang berada di sebelah Timur Cekungan Sumatera Selatan dan di sebelah Utara Cekungan Sunda (Katili, 1985). Punggungan ini merupakan bagian dari jalur timah batuan granit (Tin Belt Granite) dari Kraton Sunda yang memanjang dari daratan Thailand, Semenanjung Malaysia, Kepulauan Riding Panjang, Bangka-Belitung hingga Kalimantan Barat (Batchelor, 1983). Batuan dasar granit ini muncul di sepanjang jalur timah yang mempunyai jenis berbeda-beda, Pulau Bangka yang dimasukan pada Main Tin Belt Granite dan di Pulau Belitung termasuk pada Western Tin Belt Granite.

Ditinjau dari perkembangan zona vulkanik Sumatera memperlihatkan bahwa granit di Bangka dan di daratan pulau Sumatera berumur Trias. Secara fisiografis, daerah survei terletak di Paparan Sunda (Sunda Shelf) yang secara tektonik telah stabil sejak awal Miosen. Berdasarkan kerangka tektoniknya (Tjia, 1980), Paparan Sunda dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu: (1) Paparan Sunda Bagian Utara, (2) Platform Singapura, (3) Paparan Sunda Bagian Selatan (Laut Jawa). Platform Singapura merupakan pemisah antara Paparan Sunda bagian utara dan Paparan Sunda Bagian Selatan. Di Paparan Sunda bagian utara ada dua cekungan sedimen besar, yaitu: Cekungan Brunei dan Cekungan Teluk Thailand yang dipisahkan oleh Punggungan Natuna (Natuna Ridge).

Peta Jalur Granit Asia Tenggara (Usman, 2011)

Di Paparan Sunda bagian Selatan (Laut Jawa) terdapat cekungan-cekungan yang dipisahkan oleh pola sesar-sesar yang berkembang di daerah tersebut. Cekungan-cekungan di Laut Jawa bagian Barat umumnya berbentuk melingkar dan nampaknya bentuk dan penyebaran dari cekungan-cekungan tersebut dikontrol oleh pola sesar berarah Utara-Selatan hasil dari gaya-gaya regangan. Sementara cekungan-cekungan di Laut Jawa bagian Timur berbentuk sempit dan memanjang dan nampaknya bentuk dan penyebaran cekungan di daerah ini dikontrol oleh pola sesar berarah timur laut-barat daya hasil dari gaya-gaya kompresi.

Berdasarkan peta struktur pada top dari basement, Pulau Bangka termasuk bagian dari Platform Singapura. Basement dari platform ini sebagian besar terdiri atas batuan beku (gabro, diabas, andesit, granit) berumur Mesozoik hingga akhir kapur yang kemudian pada awal Miosen diintrusi oleh granit. Sedimen Kenozoik di platform ini hanya sampai ketebalan 500 meter.

Platform tersebut dicirikan oleh basement yang dangkal dan ditutupi oleh sedimen yang tipis juga dicirikan oleh tubuh-tubuh basement kecil yang memiliki kecepatan seismik tinggi, dicirikan oleh grafik anomali magnetik yang tajam dan oleh grafik graviti yang agak halus (smooth). Cakupan platform ini mulai dari Laut Natuna di bagian utara dan batas bagian selatan dari platform ini adalah Punggungan Bangka-Belitung (Bangka-Billiton Ridge). Pada platform ini terdapat dua depresi cekungan sedimen  yang memiliki ketebalan sedimen lebih dari 800 meter, yaitu Depresi Bangka yang memanjang dengan arah Barat laut–Tenggara (sejajar dengan pantai Sumatera) dan Depresi Belitung yang memanjang berarah Utara-Selatan (sejajar dengan pantai Barat Kalimantan).

  1. Topografi dan Geomorfologi

Sebagai bagian dari Paparan Sunda maka Bangka Belitung relatif berumur tua yang muncul ke permukaan pada kisaran 15 – 30 juta tahun yang lalu sebagai hasil dari aktivitas vulkanik dan tektonik. Menurut Badan Geologi tahun 2010, Kepulauan Bangka Belitung termasuk ke dalam fisiografi daerah perbukitan (low hills) dengan morfologi perbukitan terpisah (isolated hills) yang memiliki asal mula dari sisa denudasi, longsoran dan terobosan magma.

Secara fisiografi dan topografi, daerah ini memiliki karakteristik didominasi dataran bergelombang rendah hingga bukit-bukit akibat terobosan intrusi granit yang bersifat asam kemudian membentuk perbukitan sehingga dikenal juga sebagai ‘granite belt’. Jajaran kepulauan pada sabuk granit ini merupakan barisan perbukitan yang telah tererosi secara intensif yang telah mencapai tingkat lanjut. Barisan perbukitan ini terbentuk akibat gerakan lipatan dan retakan yang membentuk potongan-potongan pulau di bagian timur Sumatera, lalu terpisahkan menjadi pulau-pulau kecil, salah satunya Pulau Bangka.

Pulau Bangka yang merupakan bagian terangkat dari Peneplain Sunda menghasilkan morfologi Pulau Bangka berupa perbukitan bergelombang relatif rendah atau datar (peneplain) yang merupakan hasil proses pelapukan dan ditutupi oleh Endapan Alluvial berumur Kuarter. Bukit-bukit sisa batuan beku granit dengan puncak tertinggi di Pulau Bangka berada di puncak Gunung Maras mencapai 699 mdpl. Pulau Bangka sebagai suatu daerah dengan dataran yang hampir rata atau peneplain memiliki beberapa bukit yang disebut monadnock yaitu berupa granit-granit berumur tua yang telah tererosi lanjut serta kelompok bukit-bukit yang kecil menjulang di atas datarannya. Peneplain tersebut sudah mencapai tingkatan umur sangat tua (old age).

Stadia geomorfologi di Pulau Bangka merupakan tahap lanjut, yang dicirikan tersingkapnya batuan dasar berupa lapisan-lapisan batuan Pra Tersier, demikian pula granitnya, di beberapa tempat telah tererosi sangat kuat hingga merupakan sebuah dataran yang bergelombang. Di antara dataran bergelombang tersebut terdapat lembah-lembah yang terisi oleh endapan sedimen, termasuk juga bekas-bekas teluk lama terisi oleh sedimen dan sistem aliran sungai antara lain membentuk pola dendritik.

Pulau Bangka dan sekitarnya dikelilingi oleh pulau-pulau kecil seperti Pulau Nangka, Penyu, Burung, Lepar, Ponggok, Gelasa, Panjang, Tujuh dan pulau-pulau kecil Mendanau serta pulau pulau kecil lainnya baik yang bernama maupun yang tidak bernama. Pulau Bangka berada di ketinggian antara 0 > 400 mdpl dengan kemiringan lereng berkisar antara 0 – > 25%. Wilayah dengan kemiringan lereng antara 0 – 5% umumnya berada pada kaki bukit dan lembah antar sungai-sungai yang relatif pendek dan kecil, dengan dataran aluvial ke arah selatan – timur, selatan, barat, dan utara Pulau Bangka. Pulau-pulau kecil umumnya berada di ketinggian antara 0 – 100 mdpl, berbukit dengan kemiringan lereng antara 0 – 15% (Soegeng dan Sucipta, 2012).

  • Stratigrafi

Litologi yang umum berkembang secara regional di Pulau Bangka berupa batupasir, batulempung, granit, sekis dan endapan aluvial lainnya. Batuan tertua diwakili oleh kuarsit, filit, dan serisit yang berada di timur laut Bangka. Struktur sedimen yang berkembang berupa laminasi, graded bedding dan cross bedding. Granit pada daerah Pulau Bangka umumnya terfoliasi berwarna kelabu muda, holokristalin, berbutir kasar-sangat kasar.

Stratigrafi regional berdasarkan Peta Regional Lembar Bangka Utara secara urutan dari tua ke muda yaitu: Kompleks Pemali, Diabas Penyabung, Formasi Tanjunggenting, Granit Klabat, Formasi Ranggam, dan Aluvial (Mangga dan Djamal, 1994). Berikut tatanan stratigrafi regional Berdasarkan Lembar Peta Pulau Bangka yang diurutkan dari tua ke muda :

  1. Kompleks Pemali (CPp)

Formasi ini terdiri atas filit dan sekis dengan sisipan kuarsit dan lensa batugamping, terkekarkan, terlipat, tersesarkan dan diterobos oleh granit Klabat. de Roever (1951) menjumpai fosil berumur Permian pada batugamping di dekat Air Duren sebelah selatan – tenggara Pemali. Kompleks batuan ini berumur diduga Permian. Lokasi tipe ini di daerah Pemali.

  • Diabas Penyabung (PTRd)

Formasi ini terdiri atas batuan beku diabas yang telah terkekarkan, tersesarkan, diterobos oleh Granit Klabat (TRJkg) dan menerobos Kompleks Pemali (CPp). Diabas Penyabung ini diduga berumur Permian.

  • Formasi Tanjunggenting (TRt)

Formasi ini terdiri atas perselingan batupasir malih, batupasir, batupasir lempungan dan batulempung dengan lensa batugamping setempat dijumpai oksida besi. Formasi ini berlapis baik, terlipat kuat, terkekarkan dan tersesarkan yang memiliki tebal 250 sampai 1.250 m. Dijumpai fosil Montlivaultia molukkana (J. Wanner), Peronidella (G. Willkess), Entrochus sp. dan Encrinus sp. Kumpulan fosil ini menunjukkan umur Trias. Lingkungan pengendapan diperkirakan laut dangkal. Formasi ini diterobos oleh Granit Klabat dan menindih tak selaras Kompleks Pemali serta dapat dikorelasikan dengan Formasi Bintan.

  • Granit Klabat (TRJkg)

Formasi ini terdiri atas granit, granodiorit, adamalit, diorit dan diorit kuarsa, setempat dijumpai retas aplit dan pegmatit. Terkekarkan dan tersesarkan serta menerobos Diabas Penyabung. Umur satuan ini dari hasil analisa radiometri menunjukkan umur Trias Akhir sekitar 217 tahun, artinya satuan Granit Klabat juga menerobos Kelompok Pemali dan Formasi Tanjung Genting di atasnya.

  • Formasi Ranggam (TQr)

Formasi ini terdiri oleh batuan sedimen, yaitu perselingan antara batupasir, batulempung, dan batulempung tufan dengan sisipan tipis batulanau dan bahan organik. Formasi ini berlapis baik, struktur sedimen berupa perarian sejajar dan pelapisan silang siur. Tebal sekitar 150 m, fosil yang dijumpai moluska berupa Turritellaterbra sp, Olivia triciment mzrt, Cypraea sonderavamart, dan fosil foraminifera bentos berupa Celathus creticulatus, Ammonia sp, Celcarina sp, dan Triculana sp, serta geraham gigi gajah berumusPleistosen.  Amonia sp, Triloculina sp, menunjukkan umur relatif tidak lebih tua dari Miosen akhir yakni umur pengendapan antara Miosen Akhir-Plistosen Awal di lingkungan fluvial hingga peralihan. Formasi ini dapat dikorelasikan dengan Formasi Kasai di daerah Sumatera.

  • Aluvium (Qa)

Aluvium ini terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir, lempung, dan gambut.

Kolom Stratigrafi Batuan Lembar Bangka Utara (Mangga dan Djamal, 1994)

Pada trias awal terjadi penurunan dan pengendapan Formasi Tanjung Genting dalam lingkungan laut dangkal. Kemudian pada Trias Akhir – Jura Akhir terjadi pengangkatan dan diikuti Penerobosan Granit Klabat. Mulai Miosen Tengah-Pliosen awal pengendapan alluvial di sungai, rawa dan pantai berlangsung pada Holosen.

Perbandingan umur relatif dari lapisan‑lapisan tersebut dengan granit adalah pada batuan‑batuan sedimen terdapat gang‑gang granit yang memetamorfosekan batuan sedimen tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa batuan granit tersebut lebih muda dari batuan sedimen. Tetapi di beberapa tempat, granit tersebut tidak dapat dianggap menerobos batuan sedimen, bahkan naiknya granit tersebut sebelum berdirinya sedimen‑sedimen itu dan kemungkinan umur granit tersebut Trias Atas. Sebagian besar Pulau Bangka dan Belitung terdapat lapisan-lapisan sedimen batuan yang tebal, di bawahnya terdapat sedimen‑sedimen Pra-Tersier, tetapi jarang sekali muncul ke permukaan dengan terlihat jelas untuk diukur strike-dipnya. Kebanyakan tambang‑tambang di Pulau Bangka dan Belitung bukanlah tambang tertutup (underground mining) tetapi berupa tambang terbuka yang dikerjakan baik di lembah‑lembah atau di pinggir‑pinggir maupun di permukaan pelapukan batuan yang tidak mengalami tranportasi. Kebanyakan lembah‑lembah tersebut berisikan endapan‑endapan alluvial dari sungai yang berupa tanah liat, pasir yang banyak humus, juga sering banyak mengandung air sehingga berupa payau‑payau, tidak jarang juga lembah‑lembah tersebut ditumbuhi tanaman‑tanaman.

  • Struktur dan Tektonik

Struktur yang dijumpai di daerah Bangka Utara adalah berupa sesar naik, sesar geser, sesar normal, lipatan, kekar dan kelurusan (Mangga dan Djamal, 1994). Lipatan terjadi pada batuan Perm dan Trias, dan terpotong oleh sesar-sesar. Periukan terjadi dalam tiga tahap. Pertama yang berarah timurlaut-baratdaya, terbentuk pada Paleozoikum Akhir, kedua berarah baratlaut-tenggara pada Trias-Jura, dan ketiga berarah timurlaut-baratdaya pada Kapur. Pola sesar yang berarah utara-selatan merupakan fasa (pola) sesar yang paling muda.

Lipatan terjadi pada batuan berumur Permian dan Trias berupa sinklin dan antiklin. Lipatan batuan terjadi meliputi Formasi Tanjung Genting dan Formasi Ranggam, mempunyai arah sumbu timur laut – barat daya dan kemiringan besar antara 18°-75°, yang menunjukkan intensitas tektonik besar (Margono dkk, 1995). Katili (1968) mengemukakan adanya lipatan silang (cross fold) di Bangka Utara. Lipatan berarah barat laut – tenggara terbentuk oleh deformasi pada Jura Atas yang menyilang dengan lipatan berarah timur laut – barat daya (Mesozoikum).

Struktur lain yang dapat ditemukan pada Pulau Bangka ini adalah sesar-sesar naik terimbrikasi (Ko, 1986), yang menyebabkan tersingkapnya Formasi Pemali. Sesar-sesar naik ini juga mengenai Formasi Tanjung Genting dan memiliki arah dominan barat laut – tenggara. Kehadiran sesar naik tidak hanya mengangkat batuan dasar Formasi Kompleks Pemali ke permukaan namun juga batuan diabas bagian dari Diabas Penyabung sehingga terjepit di antara pluton-pluton granit yang bersatu karena kontak sesar naik. Pluton-pluton granit di Pulau Bangka memiliki arah yang sejajar dan memanjang searah dengan sesar-sesar naik ini, hal ini menyebabkan adanya dua penafsiran, yaitu pluton terbawa oleh sesar-sesar naik atau adanya pluton yang diakibatkan oleh sesar-sesar naik.

Perlapisan sebagian besar hampir tegak, dengan sudut kemiringan antara 70º sampai dengan 90º. Arah lapisan tidak sama di semua tempat, di bagian utara Bangka perlapisan berarah timur laut – barat daya yang disebabkan adanya perlapisan silang, sedangkan bagian timur laut Bangka dengan arah utara N 120º E dan Bangka Tengah dengan arah N 90º E.

  • Sumber Daya Mineral

Sumber daya mineral dan bahan galian terdiri dari kasiterit, oksida besi, pirit, granit, diabas, kaolin dan batupasir. Sumber daya energi berupa gambut.

Peta Geologi Regional Lembar Bangka Utara (Mangga dan Djamal, 1994)